PERINGATAN PERTAMA HARI LAHIR PANCASILA

Pada 1 Juni 1945 Sukarno berpidato tentang dasar negara yang dinamainya Pancasila. Tanggal 1 Juni kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Namun, ada yang menggugat dengan alasan Soepomo dan Mohammad Yamin juga menyampaikan gagasan tentang dasar negara. Ada juga yang memilih tanggal 18 Agustus sebagai Hari Lahir Pancasila yaitu ketika UUD 1945 ditetapkan pada 18 Agustus 1945. Perdebatan ini akan selalu mengemuka setiap peringatan Hari Lahir Pancasila.

Bagaimana awal mula Hari Lahir Pancasila diperingati?

Sebagai penggali Pancasila, Sukarno berusaha agar falsafah negara tersebut diketahui luas oleh masyarakat.

Menurut Mangil Martowidjojo, komandan Detasemen Kawal Pribadi Resimen Tjakrabirawa yang mengawal Sukarno dan keluarganya, Sukarno membicarakan Pancasila di mana-mana, di seluruh Indonesia.

“Saya yakin, rakyat Indonesia lebih mengerti tentang lahirnya Pancasila ini karena rakyat jelata mendengar sendiri keterangan itu langsung dari mulut Bung Karno sebagai penggali kelima mutiara tersebut,” kata Mangil dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967.

Mangil mengungkapkan bahwa pada waktu Sukarno berbicara tentang Pancasila di rapat-rapat umum, para tokoh yang mendengarkan pidatonya pada 1 Juni 1945 masih hidup. Pada waktu itu, tidak ada yang membantah atau menentang, baik secara perseorangan maupun di surat-surat kabar, bahwa Pancasila itu bukan galian Bung Karno.

“Ini berarti semua mengetahui dan mengerti, memang betul Pancasila itu Bung Karno yang menggalinya dari bumi Indonesia,” kata Mangil.

Menurut sejarawan Peter Kasenda dalam Bung Karno Panglima Revolusi pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 berjudul Lahirnya Pancasila kemudian diterbitkan Departemen Penerangan pada 1947. Sebelas tahun kemudian, tepatnya 1958 dan 1959, Presiden Sukarno memberikan kursus-kursus di Istana Negara Jakarta, dan kuliah umum pada Seminar Pancasila di Yogyakarta. Kumpulan pidato tersebut beserta pidato Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 dibukukan berjudul Pancasila sebagai Dasar Negara.

Awalnya Sukarno merasa cukup dengan kursus atau rapat-rapat umum dalam mengampanyekan Pancasila. Namun, dia kemudian tersentak oleh pernyataan DN Aidit, ketua CC PKI.

Pada awal Mei 1964, Aidit membuat pernyataan mengejutkan yang mempertanyakan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pidato berjudul “Berani, Berani, Sekali Lagi Berani,” Aidit mengatakan “Pancasila mungkin untuk sementara dapat mencapai tujuannya sebagai faktor penunjang dalam menempa kesatuan dan kekuatan Nasakom. Akan tetapi begitu Nasakom menjadi realitas, maka Pancasila dengan sendirinya tak akan ada lagi.”

Menurut Ganis Harsono, juru bicara departemen luar negeri pada era Sukarno, mungkin karena sangat terpengaruh oleh sikap Aidit yang menyelewengkan Pancasila itu, maka tiba-tiba presiden menuntut diadakannya acara peringatan hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1964.

“Hari itu adalah hari ulang tahun kesembilan belas Pancasila, dan banyak kalangan yang menganggap aneh, bahwa hari itu diperingati falsafah negara Indonesia secara resmi untuk pertama kalinya,” kata Ganis dalam memoarnya, Cakrawala Politik Era Sukarno.

Hari Lahir Pancasila diperingati untuk pertama kalinya dengan upacara kenegaraan di Istana Merdeka. Slogan yang dipilih adalah Pancasila Sepanjang Masa. Pada kesempatan tersebut, Sukarno menguraikan kembali bagaimana dulu dia merumuskan Pancasila, berikut urut-urutan kelima silanya.

Setelah membuat pernyataan menghebohkan itu, hubungan Aidit dengan Sukarno renggang. Bahkan, Ganis menyebut “rasa kebencian yang timbul di antara Sukarno dan Aidit terlihat semakin nyata.”

PKI kemudian berusaha membuat pelurusan atas pernyataan Aidit dengan menerbitkan Aidit Membela Pantjasila (1964). Aidit juga menyampaikan pandangannya tentang agama dan Pancasila dalam wawancara dengan wartawan Solichin Salam yang dimuat majalah Pembina, 12 Agustus 1964.